Maksud Dari Riwayat "Tidurnya Orang Berpuasa Itu Ibadah"
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ
Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya itu dilipat gandakan, doanya itu diijabah dan dosanya itu diampuni. [Imam Al-Bayhaqi dalam kitab Syu'ab Al-Iman 5/421, Imam As-Suyuti dalam kitab Al-Jami' As-Shoghir hlm. 12740, Imam Al-'Iroqi dalam kitab takhrij hadits-hadits kitab Al-Ihya' dengan sanad yang lemah, Imam Al-Munawi juga mengatakan bahwa sanadnya lemah dalam kitab At-Taysir Bi SYarh Al-Jami’ Al-Shoghir 2/436]
Hukum asal tidur itu adalah mubah atau boleh, tetapi jika tidur itu diniati untuk menolong suatu ibadah, maka menjadi ibadah. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Munawi dalam kitab At-Taysir Bi SYarh Al-Jami’ Al-Shoghir:
(نوم الصَّائِم) فرضا أَو نفلا (عبَادَة) كَذَا فِي النّسخ وَرَأَيْت السهروردي سَاقه بِلَفْظ نوم الْعَالم عبَادَة فَيحْتَمل أَنَّهَا رِوَايَة وَيحْتَمل ان أحد اللَّفْظَيْنِ سبق قلم (وصمته تَسْبِيح) أَي بِمَنْزِلَة التَّسْبِيح (وَعَمله مضاعف) الْحَسَنَة بِعشر إلى مَا فَوْقهَا (ودعاؤه مستجاب وذنبه مغْفُور) أَي ذنُوبه الصَّغَائِر وَهَذَا فِي صَائِم لم يخرق صَوْمه بِنَحْوِ غيبَة كَمَا مر وَذَلِكَ لَان العابد المخلص بِعِبَادَتِهِ نور يقظته وَحسن نِيَّته فتتنور الْعَادَات وتتشكل بالعبادات فالنوم وان كَانَ عين الْغَفْلَة لَكِن كل مَا يستعان بِهِ على الْعِبَادَة يصير عبَادَة
(Tidurnya orang yang berpuasa) puasa fardhu ataupun sunnah (adalah ibadah) seperti ini dalam manuskripnya, dan saya melihat As-Suhrawardi menyampaikannya dengan kata “Tidurnya seorang ulama adalah ibadah,” maka mungkin saja bahwa itu adalah satu riwayat, dan boleh jadi salah satu dari dua kata itu terpelesetnya pena (dan diamnya adalah Tasbih), yaitu setingkat dengan membaca tasbih. (Dan amalnya itu dilipatgandakan) suatu amal baik dikalikan sepuluh atau lebih (dan doanya itu dikabulkan dan dosanya itu diampuni) Yaitu dosa-dosanya yang kecil, dan ini berlaku bagi orang yang berpuasa yang tidak membatalkan pahala puasanya dengan cara ghibah, sebagaimana telah disebutkan. Hal ini karena orang yang ikhlas, melalui ibadahnya itu bagaikan cahaya kesiagaannya dan niat baiknya, maka kebiasaan-kebiasaan itu menjadi bercahaya dan terbentuk menjadi amal ibadah.Tidur, sekalipun itu hakikat kelalaian, namun segala sesuatu yang digunakan untuk beribadah menjadi ibadah.[Imam Al-Manawi, kitab At-Taysir Bi SYarh Al-Jami’ Al-Saghir, 462/2]
Oleh: Riyadul Jinan al-Bantani